Friday, 16 May 2014

Satu Jam Ekstra!

Para pekerja di Jakarta dan sekitarnya rela menambah waktu kerja mereka beberapa jam di pagi hari dan beberapa jam di malam hari, sekadar untuk pergi dan pulang kerja. Jutaan orang melakukan ini dan tanpa disadari telah berlangsung cukup lama. Mereka terpaksa melakukannya karena harus tiba di tempat kerja tepat waktu - di tengah kemacetan jalan yang terus memburuk. Seandainya saja mereka dengan sukarela mau meluangkan waktu satu jam ekstra di waktu yang lain bisa jadi hasilnya akan jauh berbeda.

Satu jam ekstra ini adalah waktu sahur untuk menunaikan shalat malam, waktu terbaik untuk berdoa dan mendekatkan diri kepada-Nya. Bila kita rela membuang waktu kita beberapa jam setiap hari di jalan raya, mengapa kita tidak melakukannya secara sukarela menggunakan satu jam saja di waktu sahur untuk bangun, sholat, dan berdoa? Satu jam untuk shalat malam adalah waktu yang cukup untuk bisa menikmati rakaat demi rakaat dan sujud menghadap Sang Maha Pencipta di shalat malam kita. Waktu yang cukup untuk mengungkapkan segala kegalauan hati kita kepada-Nya, memohon pertolongan, dan solusi atas segala permasalahan hidup kita.

Pada umumnya, kita rela bangun lebih pagi dan pulang lebih malam untuk bisa memenuhi disiplin kerja kita di kantor dengan imbalan gaji bulanan dan bonus bagi kita serta karir untuk masa depan kita. Tetapi, kantor kita bisa saja tidak mampu memenuhi janji tersebut – tergantung kondisi perusahaan atau instansi tempat kita bekerja.

Di sisi lain, ada yang menjanjikan satu jam ekstra kita dengan janji yang pasti dipenuhi dan bukan hanya janji untuk kepentingan dunia saja melainkan juga hingga kepentingan akhirat kita – jaminan karir dunia akhirat! Karena yang berjanji adalah Dia Yang Maha Menepati Janji. Janji ini dikabarkan antara lain melalui hadits berikut: "Sesungguhnya di malam hari terdapat waktu tertentu, yang bila seorang muslim memohon kepada Allah dari kebaikan dunia dan akhirat pada waktu itu, maka Allah pasti akan memberikan kepadanya, dan hal tersebut ada di setiap malam." (HR. Muslim)

Dalam sejarah, banyak bukti nyata yang menunjukkan telah dipenuhi janji-Nya kepada orang-orang yang secara konsisten melakukan shalat malam. Salahuddin Al-Ayyubi berani berangkat menaklukkan (kembali) Jerusalem dan berhasil – setelah dia mendapati pasukannya melakukan shalat malam di tenda-tendanya. Muhammad Al-Fatih tidak pernah meninggalkan shalat malamnya sejak dia baligh, sekitar separuh dari pasukannya-pun melakukan hal yang sama. Hasilnya adalah penaklukkan Konstantinopel dengan strategi perang yang tidak terbayangkan sebelumnya – bahkan sulit terulang untuk zaman modern ini sekalipun.

Kini, kita memang tidak sedang berperang secara fisik melawan siapapun, namun justru kondisi inilah yang membuat kita ‘kalah’ dalam berbagai ‘medan peperangan’ yang bersifat sistematis dan terselubung. Kita sedang ‘kalah’ dalam peperangan pemikiran dan budaya sehingga sebagian besar dari kita harus bekerja dengan irama yang membuat kita sulit untuk dapat menunaikan shalat lima waktu dengan khusyu’ dan tepat waktu. Bagaimana bisa shalat tepat waktu dengan khusyu’ bila waktu adzan Maghrib dan Isya’ masih di tengah kemacetan lalu lintas?

Kita ‘kalah’ dengan sistem kapitalisme ribawi yang mendominasi perekonomian kita sehingga untuk urusan jaminan sosial dan jaminan kesehatan para pekerja – mereka dipaksa secara hukum untuk menerima yang riba. Kita ‘kalah’ dalam perang ekonomi di mana sekitar separuh penduduk negeri ini berdaya beli kurang dari US$ 2 per hari. Padahal, kondisi ini baru sekitar 1/5 dari standar nishab zakat 40 ekor domba!

Ironisnya, kita juga ‘kalah’ dalam sistem demokrasi – yang seharusnya kita bisa dan mampu untuk memang, namun umat muslim yang banyak di negeri ini tidak dapat berbuat banyak bahkan demokrasi ini telah menjadi tragedi yang memecah belah umat menjadi banyak golongan. Umat bukan hanya dipecah antar partai, bahkan dalam satu partai-pun para pendukung caleg A bisa berpecah dengan pendukung caleg B. Jamaah shalat di masjid-masjid-pun menjadi kaku hubungan antar sesamanya di musim pemilu karena sebagian mendukung partai A dan sebagian yang lain Golput atau mendukung partai lain.

Dalam skala pribadi-pun kita lebih banyak ‘kalah’ dengan sistem yang ada ketika kita berusaha membangun usaha yang bebas riba, riswah, dan sejenisnya. Kita sering ‘kalah’ ketika berusaha membangun lingkungan kerja yang bersih dari apa-apa yang tidak diridloi-Nya. Maka banyak sekali ‘peperangan-peperangan’ yang masih harus kita menangkan, sedangkan kita amatlah lemah kecuali bila kita bisa menghadirkan pertolongan-Nya. Shalat malam adalah salah satu jalan yang dapat kita tempuh untuk menghadirkan pertolongan-Nya dalam setiap kesulitan dan jalan buntu yang kita temui.

Perencanaan kita terbatas dan usaha kita pun sulit untuk mencapai maksimal, maka hanya dengan kehadiran dan pertolonganNya-lah yang bisa menyempurnakan segala usaha kita. Bila untuk ini diperlukan 1 jam ekstra di waktu sahur, apakah terlalu berat? Apakah terlalu berat untuk membiasakan bangun dan shalat malam sekitar pukul tiga dini hari untuk satu jam saja, sedangkan kita punya begitu banyak waktu tidur di jam-jam yang lain? Kita bisa tidur dalam perjalanan pergi dan pulang kantor selama berjam-jam. Kita bisa juga membiasakan tidur satu jam lebih awal dari biasanya agar nanti bisa bangun pukul tiga dan dengan berbagai cara lain yang bisa kita tempuh untuk mendapatkan waktu satu jam ekstra yang amat sangat berharga tersebut.

Tidak hanya berharga untuk kehidupan kita di dunia, tetapi juga yang lebih utama tentu untuk kehidupan kita di waktu yang tidak terbatas – yaitu di akhirat kelak. Shalat malam kitalah yang insyaAllah bisa membuat Allah tersenyum. “Ketahuilah, sesungguhnya Allah tersenyum terhadap dua orang laki-laki: Seseorang yang bangun pada malam yang dingin dari ranjang dan selimutnya, lalu ia berwudhu’ dan melakukan shalat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada para Malaikat-Nya, 'Apa yang mendorong hamba-Ku melakukan ini?' Mereka menjawab, 'Wahai Rabb kami, ia melakukan ini karena mengharap apa yang ada di sisi-Mu dan takut dari apa yang ada di sisi-Mu pula.' Allah berfirman, 'Sesungguhnya Aku telah memberikan kepadanya apa yang ia harapkan dan memberikan rasa aman dari apa yang ia takutkan.” (HR. Ahmad).

Dari Nu’aim bin Hammar: “Bahwasannya ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam: “Syuhadaa’ apa yang paling utama?”. Beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Orang yang apabila masuk di barisan perang/jihad, maka mereka akan memfokuskan wajah-wajah mereka hingga terbunuh. Mereka itulah orang-orang yang pergi menempati kamar-kamar di surga yang tinggi. Rabb mereka tersenyum kepada mereka. Dan apabila Rabb mu tersenyum kepada seorang hamba di dunia, maka ia kelak tidak akan dihisab.” (HR. Ahmad).

Mari kita luangkan satu jam di malam hari untuk membuat Allah tersenyum selagi kita hidup di dunia ini agar kita juga bisa terus tersenyum di dunia ini sampai datang masa kehidupan akhirat nanti. Kita sudah rela membuang waktu kita berjam-jam setiap hari untuk berbagai aktivitas kita yang lain, mengapa tidak meluangkan yang satu jam di waktu sahur ini untuk beribadah dan memohon pertolongan-Nya? InsyaAllah, kita bisa!


Sumber: Ditulis oleh Muhaimin Iqbal (dengan editing seperlunya)